Pengertian
Epilepsi atau
ayan adalah suatu kondisi yang membuat penderitanya mengalami kejang secara
berulang. Kurang lebih 50 juta orang dari populasi dunia adalah penderita
epilepsi. Data yang diambil dari catatan WHO memperlihatkan bahwa pertumbuhan
penderita epilepsi tiap tahunnya mencapai 2.4 juta orang. Hampir 80 persen
penderita epilepsi tinggal di negara dengan pendapatan per kapita rendah dan
menengah.
Tingkat
keefektifan pengobatan epilepsi pada seorang penderita adalah 70 persen. Angka
tersebut cukup tinggi, tetapi 75 persen dari penderita epilepsi yang tinggal di
negara berpendapatan per kapita rendah dan menengah tidak mendapatkan
penanganan yang mereka butuhkan.
Status
Epileptikus
Status
epileptikus adalah kondisi ketika penderita epilepsi mengalami kejang selama
lebih dari 30 menit atau mengalami serangkaian kejang pendek.
Saat itu
terjadi, penderita biasanya akan berada dalam kondisi tidak sadar. Dibutuhkan
tindakan segera untuk menanganinya, karena status epileptikus dapat menyebabkan
kerusakan otak secara permanen –bahkan kematian.
Diagnosis
Seseorang baru
dapat dicurigai memiliki kondisi epilepsi apabila telah mengalami kejang lebih
dari satu kali. Dokter akan mengumpulkan fakta seputar ciri-ciri kejang yang
dialami pasien. Sebaiknya pasien sudah memiliki catatan mengenai karakteristik
kejang yang dialami, berdasarkan keterangan dari orang-orang yang melihat
kejadian kejang pasien.
Selain itu,
dokter akan menanyakan riwayat kesehatan pasien, gaya hidup, serta obat-obatan
yang mungkin sedang dikonsumsi pasien. Apabila informasi yang terkumpul belum
cukup untuk melakukan diagnosis, dokter dapat melakukan metode pemeriksaan
lain, seperti:
Electroencephalogram
atau EEG. Ini adalah pemeriksaan yang umum dilakukan untuk mendiagnosis
epilepsi. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas elektrik di
dalam otak, termasuk jika terjadi gangguan.
Magnetic
resonance imaging (MRI). Pemeriksaan ini menggunakan gelombang radio dan medan
magnet untuk mendapatkan gambar detail otak. Dengan demikian, dokter bisa
mendeteksi kondisi yang ada di dalam otak, misalnya tumor atau kecacatan, yang
dapat memicu terjadinya kejang.
Gejala
Gejala utama
epilepsi adalah kejang lebih dari satu kali atau berulang. Karakteristik kejang
bergantung pada bagian otak yang terganggu pertama kali. Meskipun
karakteristiknya berbeda-beda, kebanyakan penderita mengalami kejang berulang
dengan pola sama.
Berdasarkan
gangguan pada otak, epilepsi dibagi menjadi dua, yaitu parsial dan umum.
Kejang Parsial
Pada kejang
parsial atau focal, gangguan hanya dialami pada sebagian otak saja. Kejang
parsial dibagi lagi menjadi dua tipe, yakni:
1. Kejang
parsial simpel
Pada saat
mengalami kejang parsial simpel, penderita tidak hilang kesadaran.
Gejala-gejala dari kejang parsial simpel adalah:
Ada perasaan
tidak nyaman yang sulit dideskripsikan.
Penderita merasa
pernah berada dalam situasi yang sama (déjà vu).
Penderita
merasakan sensasi tegang pada perut, seperti sedang menaiki wahana seru di
taman hiburan.
Kesemutan pada
tangan dan kaki.
Mengecap rasa
atau menghirup aroma yang tidak biasa.
Anggota tubuh
terasa kaku atau justru menyentak.
Gejala-gejala di
atas dikenal sebagai sinyal peringatan. Sinyal ini timbul untuk memperingatkan
penderita bahwa akan terjadi kejang, sehingga penderita dapat memberitahukan
pada sekelilingnya atau pindah ke lokasi yang lebih aman.
Pada kejang
parsial simpel, bagian tubuh yang mengalami kejang tergantung pada bagian otak
mana yang mengalami gangguan. Jadi, kejang tidak hanya terjadi pada tangan atau
kaki. Bahkan, ada penderita yang tidak mengalami kejang fisik tetapi mengalami
kejang psikis. Contohnya, merasa sangat gembira atau takut secara tiba-tiba.
2. Kejang
parsial kompleks
Saat mengalami
kejang parsial kompleks, penderita akan mengalami hilang kesadaran. Penderita
juga tidak dapat mengingat kejang yang terjadi. Gejala-gejala kejang parsial
kompleks adalah:
Menggosok-gosokkan
tangan.
Membuat
suara-suara aneh.
Menggerakkan
tangan dengan tidak terkendali.
Menjumput
pakaian berulang kali.
Berulang kali
melakukan gerakan mengunyah atau menelan.
3. Kejang Umum
Pada kejang
umum, gejala terjadi pada seluruh tubuh dan disebabkan oleh gangguan yang
berefek pada seluruh bagian otak. Beberapa gejala kejang umum yang biasanya
terjadi, yaitu:
Kejang tonik.
Menyebabkan otot menjadi kaku. Biasanya terjadi pada otot punggung, kaki, dan
lengan sehingga penderita rentan jatuh lalu cedera.
Kejang atonik.
Menyebabkan otot melemas dan penderita jatuh.
Kejang klonik.
Gerakan otot menyentak dan berulang, biasanya menyerang otot leher, wajah, dan
lengan.
Kejang
tonik-klonik. Penderita mengalami kejang menyeluruh hingga tak sadarkan diri
sembari mengompol atau menggigit lidah.
Kejang
mioklonik. Gerakan otot menyentak yang singkat, atau otot lengan dan kaki
berkedut.
Kejang absence
atau petite mal. Umumnya dialami anak-anak. Hilang kesadaran selama beberapa
detik atau menggerak-gerakkan bibir disertai pandangan kosong.
Pengobatan
Sebagian besar
epilepsi memang tidak dapat disembuhkan. Namun, penderita dapat mengonsumsi
obat-obatan untuk mencegah terjadinya kejang. Obat yang umum diresepkan dokter
adalah obat antiepilepsi (OAE). OAE terbukti efektif karena penderita epilepsi
dapat mengalami penurunan frekuensi kejang secara drastis.
Dokter akan
mempertimbangkan usia, kondisi, serta frekuensi kejang yang dialami pasien
dalam menentukan jenis OAE yang akan diberikan. OAE yang diberikan dapat
disesuaikan dengan obat-obatan yang mungkin sedang dikonsumsi oleh pasien untuk
menangani penyakit lain, agar kinerja keduanya tidak bersinggungan. OAE harus
dikonsumsi secara teratur.
Efek samping
OAE, antara lain:
Mengantuk
Sakit kepala
Sulit
berkonsentrasi
Kepadatan tulang
berkurang
Muncul ruam pada
kulit
Kelelahan
Peradangan pada
organ tubuh
Merasa depresi
Timbul rasa
ingin bunuh diri
Jika setelah
mengonsumsi OAE, penderita mengalami perubahan suasana hati, depresi, atau
muncul rasa ingin bunuh diri, segeralah berkonsultasi ke dokter.
Bedah otak
Jika OAE tidak
efektif dalam mengurangi kejang, dokter mungkin akan menganjurkan bedah otak.
Bedah otak dilakukan untuk mengangkat bagian otak yang menghasilkan kejang.
Tindakan ini mungkin tidak akan menghilangkan kejang sepenuhnya, tetapi
penderita akan dapat mengonsumsi OAE lebih sedikit atau dalam dosis kecil.
Bedah otak tidak
berpengaruh pada fungsi vital, seperti berbicara, kemampuan bahasa, fungsi
motorik, penglihatan atau pendengaran. Meski demikian, risiko bedah tetap ada,
yakni masalah ingatan dan stroke pascaoperasi. Untuk itu, sebaiknya penderita
mendiskusikan dengan dokter tentang untung dan rugi tindakan ini—jika memang
metode ini direkomendasikan.
Hidup dengan
Epilepsi
Epilepsi memengaruhi
kehidupan penderitanya dengan cara berbeda-beda. Namun, ada beberapa langkah
yang dapat dilakukan agar penderita bisa menjalani rutinitias dengan normal,
antara lain:
Ketahui pemicu
kejang. Semakin Anda tahu mengenai pemicu kejang dan bagaimana cara
menghindarinya, kejang akan lebih terkontrol.
Konsumsi
obat-obatan secara teratur. OAE efektif mengatasi epilepsi pada 70 persen
penderitanya. Diskusikan bersama dokter rencana pengobatan yang cocok dengan
kondisi Anda.
Lakukan
pemeriksaan secara rutin. Sebaiknya Anda sudah memiliki jadwal khusus untuk
melakukan pemeriksaan.
Perawatan
mandiri. Terapkanlah gaya hidup sehat dengan mengonsumsi makanan bergizi,
olahraga secara teratur, serta menghindari minuman beralkohol. Diskusikan
dengan dokter mengenai pola makan yang cocok dengan kondisi Anda.
Penyebab
Berdasarkan
penyebabnya, ada dua jenis epilepsi, yakni epilepsi idiopatik dan simptomatik.
Epilepsi idiopatik adalah jenis epilepsi yang penyebabnya tidak diketahui. Ada
dugaan bahwa kondisi ini disebabkan oleh faktor keturunan. Sebagian besar kasus
epilepsi yang terjadi adalah epilepsi idiopatik.
Berbeda dengan
epilepsi idiopatik, epilepsi simptomatik adalah kondisi epilepsi yang
penyebabnya bisa diketahui. Beberapa kondisi yang bisa menyebabkan epilepsi
simptomatik, yaitu:
Penyakit
serebrovaskular (masalah pada pembuluh darah otak), seperti stroke.
Tumor otak.
Cedera parah di
kepala.
Penyalahgunaan
obat-obatan.
Kecanduan
minuman beralkohol.
Penyakit infeksi
otak, misalnya meningitis.
Pertumbuhan
beberapa bagian otak terganggu.
Masalah yang timbul pada saat proses
melahirkan, seperti bayi tercekik tali pusar sehingga sempat mengalami
kekurangan oksigen.
Pemicu
Terjadinya Kejang
Bagi banyak
penderita epilepsi, kejang dapat terjadi tanpa pemicu yang jelas. Meski
demikian, ada beberapa faktor yang dapat dikategorikan sebagai pemicu
terjadinya kejang, yaitu:
Stres.
Kurang tidur.
Mengonsumsi
alkohol secara berlebihan
Penyalahgunaan
obat-obatan.
Menstruasi.
Melihat lampu
atau cahaya berkedip. Kasus yang jarang terjadi, hanya lima persen penderita
epilepsi yang memiliki kondisi fotosensitif epilepsi ini.
No comments:
Post a Comment