Pengertian
Body dysmorphic
disorder (BDD), atau disebut juga dengan dysmophobia, merupakan gangguan
kejiwaan yang ditandai dengan kekhawatiran berlebihan yang dialami seseorang.
Kekhawatiran ini
terkait dengan perasaan bahwa ada kekurangan pada tubuhnya. Misalnya hidung
yang kurang mancung, lipatan mata yang tidak simetris, dan sejenisnya.
Kekurangan ini
biasanya hanya dilihat oleh penderita. Sementara itu orang lain melihat bahwa
apa yang dikhawatirkan itu sebenarnya hal yang normal. BDD biasanya lebih
banyak dialami kaum remaja dan dewasa muda.
Penyebab
Penyebab pasti
body dysmorphic disorder hingga saat ini belum diketahui pasti. Meski demikian,
kejadian BDD sering kali dikaitkan dengan beberapa kondisi, seperti:
• Depresi
• Gangguan
obsesif kompulsif
•
Ketidakseimbangan neurotransmitter di otak
• Riwayat trauma
di masa lalu, misalnya pernah mendapatkan bullying saat masih anak-anak
Diagnosis
Untuk memastikan
diagnosis body dismorphic disorder, diperlukan wawancara secara mendalam dengan
penderita. Penetapan diagnosis terhadap BDD dapat dilakukan oleh psikiater.
Beberapa
pertanyaan yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya BDD adalah:
Apakah Anda
merasa tidak puas dengan penampilan Anda?
Apakah keluhan
yang Anda rasakan mengenai penampilan Anda merupakan masalah yang sangat
penting?
Apakah Anda
menghabiskan waktu lebih dari tiga jam per hari untuk memikirkan penampilan
Anda?
Apakah masalah
penampilan yang Anda miliki sangat memengaruhi kehidupan sehari-hari?
Apakah masalah
penampilan yang Anda miliki sangat mempengaruhi aktivitas di tempat kerja atau
di sekolah?
Semakin banyak
pertanyaan yang dijawab dengan “Ya”, maka semakin besar kemungkinan orang
tersebut mengalami BDD.
Gejala
Gejala body
dismorphic disorder yang bisa dikenali berupa:
Mengamati
penampilan secara berkala, dapat lebih dari satu jam per hari
Melihat atau
menyentuh kekurangan yang dirasakannya berulang-ulang
Sering meminta
pendapat orang lain mengenai bagian tubuh yang dianggap kekurangannya
Berpikir untuk
melakukan operasi plastik
Selalu merasa
tidak puas dengan tubuhnya
Sementara itu
bagian tubuh yang sering menjadi pusat perhatian penderita BDD adalah mata,
hidung, bibir, bentuk dagu, bentuk pipi, ukuran rahang, payudara, dan bokong.
Pengobatan
Pengobatan body
dismorphic disorder harus dilakukan oleh psikiater. Pengobatannya mencakup
psikoterapi dan pemberian obat-obatan.
Psikoterapi
dilakukan dengan terapi kognitif perilaku (cognitive behavior therapy). Pada
pengobatan ini, psikiater akan membantu penderita untuk mengenali bahwa
persepsi negatif tentang tubuhnya merupakan hal yang berlebihan.
Setelah itu,
dengan perlahan psikiater akan membimbing penderita untuk berpikir dengan lebih
rasional dan memiliki persepsi positif tentang tubuhnya. Bila penderita masih
anak-anak atau remaja, terapi ini membutuhkan bantuan orang tua atau anggota
keluarga yang memiliki hubungan dekat dengan penderita.
Sementara itu,
obat yang digunakan untuk mengatasi body dysmorphic disorder (BDD) adalah obat
golongan selective serotonin reseptor inhibitor (SSRI), seperti fluoxetine dan
sertraline. Obat ini hanya bisa dikonsumsi dengan pengawasan ketat dari dokter.
Umumnya, setelah mengonsumsi obat setidaknya selama 12 minggu, keluhan akan
mulai membaik.
Selain itu, hal
yang penting dalam pengobatan BDD adalah harus melakukan pengobatan secara
konsisten dengan psikiater yang sama. Berganti-ganti psikiater akan membuat
pengobatan yang sudah dilakukan tidak berkesinambungan dan menghambat
kesembuhan.
Psikiater sebisa
mungkin tidak akan menyarankan penderita BDD untuk melakukan operasi plastik.
Karena operasi plastik tidak akan menyelesaikan masalah. Alih-alih mengobati
BDD, melakukan operasi plastik justru bisa menimbulkan masalah baru.
Hal yang
mendasari BDD adalah gangguan persepsi terhadap anggota tubuh. Oleh karena itu,
penting untuk meluruskan persepsi penderitanya, bukan anggota tubuhnya yang
harus diperbaiki.
Pencegahan
Hingga saat ini,
belum ada tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah body dysmorphic
disorder.
0 Response to "Penyakit Body Dismorphic Disorder : Penyebab, Gejala dan Cara Mengobatinya"
Post a Comment